Saturday 12 August 2017

Kajian Tauhid Istiqlal

Sesi 1

Ust Salim A Fillah
Islam masuk ke Indonesia secara massif abad ke 15, 1 abad sebelum datangnya imperialisme Barat. Alhamdulillah, hikmahnya kini INA mjd negara dg jumlah muslim terbesar di dunia.

Maharaja Indrawan (raja muslim yg dikudeta wangsa syailendra-sekutu tiongkok)
Laksamana Cheng ho dari dinasti ming. Membantu maulana malik ibrahim meminta pertolongan cheng ho untuk dakwah di tanah air. Kapalnya cheng ho sgt besar,300x kapal colombus. Dan kedatanganmya bukan untuk menjajah.

Laksamana cheng ho mengajarkan pertanian (tuban,lamongan,gresik) percontohan sawah untuk menjawab krisis kelaparan majapahit. Plus,datang juga mualim tata negara,maulana ali rahmatullah (dr campa/kamboja/aceh?). Selanjutnya maulana ali disebut sunan ampel.
Maulana usman hadi dan maulana jafar (mualim dr syam/palestina) datang mengajarkan perang. Prajurit majapahit didikannya mnj penduduk muslim pertama di Bali.
Maulana magribi mualim yg meruqyah org2 di jawa. Membersihkan budaya klenik.
Sunan kalijaga menyebarkan Islam dg budaya. Cangkul dan Wayang. Cangkul pertama kali dikenalkan oleh sunan kalijaga. Dipakai untuk berdakwah. Doran (dedonga marang pangeran), linggis, luku.

Pelajaran2 dr wayang. Ksatria perutnya kecil (puasa), mulutnya kecil (menjaga lisan) dan matanya sipit (ghadul basar)

Kalimasada (kalimat syahadat). Masyarakat suka dengan cerita dalang kalijaga dan sering konsultasi ingin belajar agamanya sunan.
Abad 16-17 Indonesia diperintah oleh raja2 yg kuat. Wanita2 kuat, ex: laksamana malahayati dr Aceh. Sultan Iskandar Muda salah satu Sultan tegas, kisah pilunya ketika putra kesayangannya terbukti berzina (meskipun sudah menikah),seketika Iskandar Muda memerintahkan untuk merajamnya.
Keistimewaan Masjidil Aqsa:selalu dibebaskan oleh negeri terjauh yg sdh tersentuh Islam Madinah. Siapakah berikutnya yg akan membebaskan Aqsa?
Indonesia negara yg kuat. Masyarakat korban gempa di jogja saja masih bisa membuat panggung dan merapikan rumah2 untuk menyambut bala bantuan.
Senjata prajurit Islam di perang salib lebih tajam,lebih ringan,shg lebih lincah dibanding senjata org eropa yg berat. Seninya,senjata prajurit islam terdiri dr >1000 lapisan logam, serumit pembuatan keris.
Guyonan: org yg pertama kali sujud di muka bumi adalah papua. Di papua sudah shubuh, di mekah baru isya. Wkwkwk

Sesi 2

Ust. Abdullah Gymnastiar

Qaf 16-18: Kami ciptakan manusia,kami tahu isi hatinya. Setiap tindakannya dicatat oleh malaikat.

Al mulk 13: Mau kau sembunyikan atau terangkan kata2mu, Allah tau.

Ditutup dengan ikrar syahadat muallaf kristiani putri.

Pesan Sponsor: jangan lupa bawa kantong plastik untuk nyimpen alas kaki.

Tidak bahagia karena kurang iman. Kurang iman karena kurang ilmu, kurang mujahadah. 


Monday 5 December 2016

Trainshop PEP Batch 6 by LPDP

Tanggal 26 Nov-5 Des 2016 saya diberi kesempatan mengikuti Trainshop PEP Batch 6 oleh LPDP di Jakarta. Melalui program ini, intinya LPDP memfasilitasi para alumni yang telah menyelesaikan studi untuk bisa merencanakan karir dengan lebih tertata. Saya pribadi merasa dipaksa untuk memutuskan mimpi karir apa yang mau saya kejar. Mimpi ini harus dituliskan dalam bentuk PEP (Personal Enterprise Plan) dan dipresentasikan di depan para assessor untuk dinilai.
Menyusun PEP ternyata tidak mudah. Mempresentasikannya lebih tidak mudah lagi. Dalam PEP, saya harus memformulasikan IDEAL (Identity, Dream, Enterprise, Achievement, and Learning) dan SCORE (Strength, Concern, Opportunity, Risks, and Evaluation). Faktanya, saya dan sebagian besar peserta training belum betul-betul memahami aspek IDEAL dan SCORE diri sendiri. Untungnya, selama training para lead assessor memberikan coaching dan bila perlu mengoreksi PEP peserta. Saya berkesempatan untuk menceritakan PEP saya H-1 presentasi. Evaluasinya, saya terkesan memiliki dua dream, yaitu di sektor publik dan swasta. Sarannya, dalam PEP saya harus fokus ke satu dream dan menjadikan yang lain sebagai plan B. Beginilah jadinya kalau orang oportunis membuat PEP ^^. Sulit untuk fokus pada satu dream saja. Karena bagi saya, kesempatan kerja apa pun pada dasarnya bagus. Tinggal jalani mana yang lolos duluan. Dalam konteks PEP, sikap ini ternyata kurang tepat karena memunculkan kesan seseorang tidak percaya dengan mimpinya atau kurang optimis. Akhirnya, saya memilih mimpi berkarir di sektor publik, yang opportunity-nya lebih kecil, risikonya lebih besar. Cita-cita saya adalah sebagai Kasubdit Surveilan BPOM RI. Tidak masuk akal? Namanya juga mimpi.
Tibalah hari H presentasi PEP. Di hadapan saya, ada 5 assessor yang berasal dari 4 sektor berbeda; publik, swasta, akademik, dan psikologi. Alhamdulillah saya bisa presentasi kurang dari 10 menit dan dengan cerita yang lancar. Pada saat sesi diskusi, semua assessor bertanya dan memberi masukan. Assessor pertama langsung men-challenge cita-cita saya. Beliau berkomentar bahwa dengan riwayat akademik yang saya miliki, seharusnya saya bisa bercita-cita lebih tinggi. Assessor ke dua menanyakan kenapa saya ingin mewujudkan cita-cita itu, apa yang sudah saya lakukan, dan apa sebenarnya masalah keamanan pangan di Indonesia. Assessor ke tiga bertanya mengapa saya tidak ingin masuk ke departemen kesehatan. Assessor ke empat menantang saya untuk menyebutkan apa nilai lebih yang saya tawarkan kalau saya menjadi Kasubdit Surveilan. Jangan sampai saya sama saja dengan lulusan farmasi dan pangan lainnya. Pertanyaan-pertanyaan itu jujur membuat saya terkejut dan tertekan. Saya tidak mendapatkan apresiasi melainkan tantangan bertubi-tubi. Sepertinya saya salah mengambil langkah. Karir yang saya pilih kurang tepat atau tidak menyelesaikan masalah di Indonesia. Ketika disarankan untuk jadi pelaku usaha yang nantinya memproduksi pangan aman, entah bagaimana saya spontan menjawab bahwa saya kurang berminat dan berbakat wirausaha. Sempat juga mendapat masukan bahwa saya tidak harus membuat produk pangan, tapi bisa dengan menjual teknologi. Nah, makin tidak kepikiran caranya bagaimana. Entah kenapa saya selalu berpikir bahwa wirausaha itu susah. Karena susah, jadi saya kurang suka. Satu demi satu pertanyaan assessor membuat saya ciut. Mata saya berkaca-kaca bahkan sejak pertanyaan pertama. Air mata saya keluar perlahan karena tidak kuasa menahan sedih. Padahal saya akui masukan-masukan mereka semuanya positif dan membangun. Secara keseluruhan, saya merasa kurang sepakat dengan para assessor, tetapi sayangnya pengetahuan saya kurang bisa membantah mereka. Saya tidak berhasil menjelaskan peran penting surveilan dan masalah apa yang berpotensi untuk diselesaikan. Diskusi-pun terputus oleh waktu. Saya sempatkan mengucapkan terima kasih kepada assessor sebelum meninggalkan ruangan. Di luar, tangis saya tumpah.
Selama perjalanan jakarta-banjarnegara, saya terus memikirkan soal presentasi PEP. Saya menyesali diri sudah ngotot dan nangis. Di kesudahan saya menyadari bahwa seharusnya saya tidak ambil hati komentar assessor. Ketika membahas soal peluang menjadi pengusaha pangan aman,seharusnya saya berterima kasih dengan masukan tersebut, lalu menanyakan dengan sopan apakah saya cocok jadi pengusaha dengan enterprise yang masih sangat kurang. Ketika disarankan untuk masuk Depkes/Dinkes, seharusnya saya menjawab akan mempertimbangkan opsi tersebut. Ahh, mengapa saya begitu emosional?? Seandainya bisa lebih santai, saya justru bisa bertanya balik dan meminta penjelasan lebih lanjut ke tiap assessor. Pulang bisa bawa ide, bukan penyesalan.
Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Saya menulis ini untuk mengingatkan diri bahwa ketika ada kesempatan bertemu dengan orang keren, manfaatkan sebaik mungkin bukan untuk berdebat tapi untuk meminta saran mereka.          
Apresiasi setinggi-tingginya untuk LPDP yang telah memberikan program Trainshop ini kepada para awardee-nya.Saya merasa beruntung bisa menjadi salah satu peserta yang terpilih ikut Trainshop PEP. Setidaknya, saya disadarkan akan kelebihan dan kekurangan diri. Kedepannya saya harus lebih chill dengan assessor dan makin terbuka dengan masukan orang lain. Saran itu MAHAL.  

Thursday 21 July 2016

Points to learn from writing a scientific report


I have to admit that scientific writing is not an east task. I have to made 2 reports during my master study, one for thesis and another one for internship. I thought, OK its not going to be hard as long as I follow the general rule: introduction, MnM, result and sicussion. However, recently I got such experience telling me how hard it actually is. I have been always rejected for my first draft. The saddest thing is that I used to put a hige effort to come up with the complete 1st draft. Can you imagine how I feel my self so dumb to spent too much time for being rejected? I step back, try to gather positive things as much as possible, and concluded that it is afterall the best time to learn. Learning from mistakes and remember them. Do remember this whenever in the future I come across with another writing. Here are my mistakes which I promise to never ever repeat the same.
1. I am so much confident when I start writing. Thinking that I KNOW what to write. Hey, am I sure how the scientific report should be like? Am I sure I got thecore points of my research? I will remember to ask my seld these questions when I start writing. 
2. Because I was so much confident, I did not even ask my supervisor's vision and just write everything. 
I would be better to ask first what is the systematic format she expected. Perhaps give he a short brainstorming ideas containing only the keypoints, ask her opinion, and then start from there.
By doing this I will save so much time rather than spending writing things that are pointless.
3. I knew writing really takes time, but I did not bear it in my mind.
Once I realize that my report is gonna be long, its gonna be hard, I might have problems with my english, etc. I shall write them down. Start writing as earliest as I can.
4. I was too shy to ask. Writing is easier when I get the idea. When no ide coming, it is extremely hard to start writing. How to get it? ASK!!! Do not ever think that my supervisor will see me as an incapable student, knowing nothing about scientific writing or the project. Better to lower my self in the beginning rather than unconsciously making mistake. 
5. I spent so much time for the Introduction and discussion parts. Well, it is a known problem in writing. However there is a way to escape from it. It is no other than ASKING. I should contact my supervisor when I am lost. I should ask her what exactly I have to write in both parts.
6. Discussion is meant to criticize my own work. Keep in mind, it is going to criticize what I have been done. How my method perform? Did I choose the right method? Will it be different or better if using another method? How is your result? Does it make sense? Is it relevant with the current insight? Do I have a reference to compare with my result? What is the good results I obtain? What is its strenght? How will I recommend my result? What is its weakness? What can be improved? Whats my recommendation for future related studies?
7. Its not a mistake but just a reminder, I shall keep my spirits positive during writing. Worship God, never miss prayer time, take some time to exercise, eat healthily, and do good deeds: smiling and small charity are good too. In this way, I can be sure I am at my best spirit to start writing anytime.

Fighting! Its never late to learn.

Wednesday 13 April 2016

Dilema minum susu

"Saya takut minum susu, karena kabarnya konsumsi jangka panjang dapat memicu kanker."

Pernyataan di atas bukan kali pertama ini saya dengar. Beberapa tahun lalu, ketika masih kuliah S1 ilmu pangan di IPB, ide tentang bahaya mengonsumsi susu muncul dalam topik tentang xenobiotik. Singkatnya, mengonsumsi susu di usia dewasa akan berdampak negatif karena memicu kerja enzim lactase secara berlebihan. Ketika metabolisme tubuh yang dalam hal ini berkaitan dengan enzim 'dipaksa' bekerja, resiko munculnya stress dan sel kanker meningkat. Apakah benar susu se-seram itu? Bagaimana mekanisme susu menyebabkan sel-sel di dalam tubuh menyimpang? Adakah dasar ilmiah yang bisa menjelaskan itu?


Untuk kasus orang yang memiliki gejala lactose intolerance, konsumsi susu perlu dibatasi atau malah dihindari. Sedangkan untuk orang normal, apakah perlu ikut mengeliminasi susu demi kesehatan jangka panjang? Saya berpendapat "tidak". Mengapa? Karena di satu sisi, manfaat susu untuk kesehatan sudah disepakati. Bahkan dalam sejarah Islam, Nabi SAW saja minum susu (susu kambing). Lalu mengapa kita harus menjauhi susu? Di sisi lain, studi dan riset yang berkembang sampai saat ini belum bisa menyimpulkan bahaya susu bagi kesehatan.  Apakah letak masalahnya ada pada asal susu dan proses yang terjadi selama pengolahan?




Ajaran Islam tentang susu
Firman Allah dalam Al Qurán menyebutkan keistimewaan susu dari binatang ternak.

وَإِنَّ لَكُمْ فِي الْأَنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ

“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum daripada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya” (QS. An Nahl : 66)

Di samping mencontohkan mimum susu sapi, Rasulullah SAW juga menganjurkan lewat sabdanya.

فَعَلَيْكُمْ بِأَلْبَانِ الْبَقَرِ فَإِنَّهَا تَرُمُّ مِنْ كُلِّ الشَّجَرِ

“Hendaklah kalian minum susu sapi karena ia makan dari setiap pohon” (HR. Ahmad, Hakim dan Ibnu Hibban; shahih)

Memang ada riset yang mengabarkan korelasi positif antara konsumsi susu dengan prevalensi kanker kolon di suatu populasi. Namun, ada pula riset yang membuktikan hal sebaliknya. Sejauh ini opini ilmiah yang paling bisa diterima adalah bahwa susu bukanlah penyebab utama suatu penyakit, melainkan ada peran (confounder) unsur makanan yang lain. Diet manusia mencakup banyak sekali jenis makanan yang ketika masuk ke tubuh akan berinteraksi (secara kompleks) dengan sistem metabolisme tubuh. Timbulnya suatu penyakit kronis menjadi sulit untuk dijelaskan dengan hanya satu jenis makanan. Jika untuk mempercepat kesembuhan dari satu penyakit, dokter menyarankan untuk berhenti minum susu, bukan berarti susu-lah kambing hitamnya kan?

Belakangan ini, perbincangan tentang susu segar organik (organic raw milk) dan susu olahan (milk in retail) cukup populer. Ada yang berpendapat bahwa susu segar dari sapi perah yang diternak secara organik lebih sehat dari susu kemas yang dijual di supermarket. Alasannya adalah susu organik lebih alami dan sesuatu yang berasal dari alam dipersepsikan aman untuk kesehatan. Sedangkan susu kemasan dikhawatirkan masih mengandung sisa pestisida, obat-obatan dan cemaran kimia lain yang berbahaya. Pandangan ini perlu diluruskan. Susu organik juga menawarkan resiko bahaya, yaitu kontaminasi mikroba dan cemaran kimia dari lingkungan, misalnya dioksin. Sementara bahaya-bahaya tersebut umumnya diminimalisir dengan teknologi pengolahan.

Mengapa susu sapi? Karena sapi lah binatang ternak yang produktivitas susunya paling tinggi. Untuk mencukupi kebutuhan susu populasi manusia yang jumlahnya besar, tentu akan lebih efisien dengan susu sapi daripada susu kambing/domba. Ada sejumlah produsen yang menawarkan susu kambing, namun harganya relatif lebih mahal dari susu sapi dan rasanya kurang bisa diterima. 

Jika tetap keukeuh untuk stop minum susu sapi, maka Anda harus siap dengan konsekuensinya. Anda harus mencari makanan alternatif pengganti susu untuk mencukupi kebutuhan protein, kalsium, dan mineral penting lainnya. Beberapa contoh makanan tinggi kalsium adalah kedelai (tahu tempe), brokoli, dan kacang-kacangan. Kandungan kalsium makanan tersebut masih lebih rendah dibanding susu, jadi perhatikan juga porsi yang harus dimakan.